Rabu, 30 November 2011

Refleksi Pendidikan (3)

pembelajaran siswa tidak akan efektif bahkan mungkin gak akan berjalan tanpa kehadiran guru di dalamnya, namun pada hari guru banyak sekolah (untuk tidak menyebut semuanya) yang ditidak belajarkan di sekolah, ini ironis ketika guru mengenang harinya namun pengabdiannya justru berhenti, padahal coba hitung jika sehari 8 jam pelajaran siswa tidak belajar maka kerugiannya adalah 8 kali jumlah siswa.....sesuatu yang dahsyaaaaaat.........., sesuatu yang mungkin merupakan kerugian nasional, jadi...................................... HIDUP (HARI) GURU....DAN MATI (HARI) SISWA.....semoga dan semoga.........kita .........

Selasa, 15 November 2011

Refleksi Pendidikan (2)


Oleh : Dr.Uhar Suharsaputra

Dalam abad duapuluh satu ini setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti sekolah, akan dan harus menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan menantang, baik persaingan aktual maupun potensial, yang aktual harus dihadapi dan yang potensial perlu diantisipasi. Dalam menghadapi semua itu terdapat dua pendekatan yang mungkin diambil oleh suatu organisasi yaitu : 1) Pendekatan yang berbasis sumberdaya tangible, dan 2) Pendekatan yang berbasis Sumberdaya manusia (intangible).
Organisasi sekolah yang menganggap bahwa persaingan hanya bersifat fisik pendekatan pertama yang akan diambil, membina dan mengembangkan sekolah hanya berputar-putar dalam masalah yang nyata, karena memang inilah yang paling bisa dilihat dan ditunjukan, namun bagi yang melihat persaingan ke depan lebih mengarah pada persaingan pengetahuan, tanpa mengabaikan hal fisik, maka pengembangan SDM akan menjadi prioritas, dan ini perlu komitmen yang kuat karena time-response dari cara ini lama dan susah dilihat apalagi ditunjukan, namun pendekatan ini sebenarnya akan sangat dirasakan dalam menyehatkan dan mengembangkan suatu Organisasi sekolah menjadi organisasi pembelajar (learning organization)
 Para Pakar berpendapat bahwa dalam era dewasa ini pandangan yang berbasis SDM nampaknya lebih penting, mengingat persaingan yang terjadi justru ditentukan oleh bagaimana sumberdaya manusia tersebut berperan dan berkreasi bagi kemajuan organisasi, dan dalam konteks ini pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kemampuannya. Sumberdaya manusia / Human Capital merupakan sumberdaya strategis, bertambah secara inkremental bukan alokatif, karena merupakan sumberdaya yang berbasis pengetahuan (knowledge based resources) yakni sumberdaya yang mencakup keterampilan, kemampuan, kapasitas serta kapabilitas pembelajaran. Kapasitas dan kapabilitas tersebut pada gilirannya akan dapat memupuk sumberdaya sosial yang juga amat diperlukan dalam bentuk jaringan kerja baik internal maupun dengan pihak eksternal organisasi, ini berarti networking juga menjadi hal yang penting dalam memenangkan persaingan. Pengembangan Sumberdaya manusia merupakan prasyarat bagi pengembangan organisasi, artinya tanpa hal itu orang bisa punya alasan untuk meyakini kecilnya kemungkinan organisasi untuk tetap hidup dan bertahan dalam era kompetisi.  Dengan pemahaman seperti itu pertanyaannya adalah Apakah Sekolah itu Organisasi ?, bagaimana ?, dan kemana?.....

Refleksi Pendidikan (1)

oleh : Dr. Uhar Suharsaputra
Pendidikan selalu diberi bobot nilai-nilai normatif, demikian juga dalam Undang-undang Sisdiknas dimana Pendidikan diberi makna yang syarat dengan nilai-nilai luhur yang harus terjadi. Namun apakah itu tercermin dalam praktek pendidikan ?, inilah masalahnya, selalu terdapat kesenjangan yang makin lama makin lebar antara apa yang diharapkan bangsa Indonesia dari Pendidikan dengan apa yang dilakukan dalam tataran praktis pendidikan/pembelajaran.
Pendidikan harus mendorong terwujudnya manusia yang dewasa secara personal, sosial dan moral, namun ketika aspek pragmatis kecerdasan intelektual kognitif menjadi konsern utama, maka banyak hal yang dikorbankan, dan pengorbanan itu justru lebih tinggi nilainya dari sekedar kecerdasan (seperti kejujuran, keadilan, kemandirian, percaya diri). Ketika praktek pendidikan di Sekolah bersibuk diri dengan upaya peningkatan kemampuan siswa untuk lulus Ujian Nasional, sebenarnya tidak ada yang salah dengan upaya tersebut selama sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran, namun ketika ada upaya lain yang memaksakan pencapaian target tertentu diluar kaidah pendidikan, seperti pengkondisian dan distribusi info, maka sebenarnya pendidikan kita telah memasuki jalan yang sesat dan menyesatkan.
Sesat karena berada diluar kaidah pendidikan, menyesatkan karena output atau lulusannya nanti akan menggantikan posisi-posisi pendidikan yang jelas sudah tertular dan terkontaminasi dengan apa yang dialaminya pada saat Ujian di Sekolah, sehingga mereka juga cenderung akan menyesatkan pendidikan dan pembelajaran seterusnya. Jadilah generasi pendidikan yang sesat dan menyesatkan. Dan bangsa ini akan dipenuhi dengan   warga sesat dan menyesatkan. Dan kita perlu khawatir dengan PENDIDIKAN SESAT DAN MENYESATKAN. Semoga masih ada nilai dan akal sehat. Nah dalam konteks ini pengembangan pendidikan karakter merupakan upaya koreksi agar pendidikan KEMBALI KE JALAN YANG BENAR…masalahnya tinggal bagaimana implementasinya serta eliminasi faktor pengganggu yang sistemik……