2. Manajemen Mutu Pendidikan


oleh : Dr. Uhar Suharsaputra


Konsep Kualitas/mutu
Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini, dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para manager menengah. Dalam tataran abstrak kualitas telah didefinisikan oleh dua pakar penting bidang kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming. Mereka berdua telah berhasil menjadikan kualitas sebagai mindset yang berkembang terus dalam kajian managemen, khususnya managemen kualitas.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran mengemukakan lima dimensi kualitas yaitu :
a.       Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk
b.       Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan penyampaian produk aktual
c.        Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan
d.       Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen
e.        Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada penggunaannya oleh konsumen.
Tokoh lain yang mengembangkan managemen kualitas adalah Edward Deming. Menurut Deming meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk  dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Menurut Deming terdapat empatbelas poin penting yang dapat membawa/membantu manager mencapai perbaikan dalam kualitas yaitu :
1.       Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa
2.       Mengadopsi filosofi baru dimana cacat tidak bisa diterima
3.       Berhenti tergantung pada inspeksi missal
4.       Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja
5.       Tetap dan continue memperbaiki system produksi dan jasa
6.       Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7.       Melembagakan kepemimpinan
8.       Menghilangkan rintangan antar departemen
9.       Hilangkan ketakutan
10.    Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11.    Hilangkan managemen berdasarkan sasaran
12.    Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja jam-jaman
13.    Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat
14.    Menciptakan struktur dalam managemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.
Dengan memperhatikan pendapat dua tokoh kualitas di atas, nampak bahwa mereka menawarkan beberapa pandangan yang penting dalam bidang kualitas, pada intinya dapat difahami bahwa semua yang berkaitan dengan managemen kualitas atau perbaikan kualis yang diperlukan adalah penerapan pengetahuan dalam upaya meningkatkan/mengembangkan kualitas produk atau jasa secara berkesinambungan.
                Sementara itu David A Garvin mengemukakan delapan dimensi atau kategoro kritis dari kualitas yaitu :
·       Performance (Kinerja). Karakteristik kinerja utama produk.
·       Feature (profil). Aspek sekunder dari kinerja, atau kinerja tambahan dari suatu produk
·       Reliability (kedapat dipercayaan). Kemungkinan produk malfungsi, atau tidak berfungsi dengan baik, dalam konteks ini produk/jasa dapat dipercaya dalam menjalankan fungsingan
·       Conformance (kesesuaian). Kesesuaianatau cocok dengan keinginan/kebutuhan konsumen
·       Durability (Daya tahan). Daya tahan produk/masa hidup produk baik secara ekonomis maupun teknis
·       Serviceability (kepelayanan), kecepatan, kesopanan, kompetensi, mudah diperbaiki
·       Aesthetics (keindahan). Keindahan produk, dalam desain, rasa, suara atau bau dari produk, dan ini bersifat subjektif
·       Perceived quality (kualitas yang dipersepsi). Kualitas dalam pandagan pelanggan/konsumen
Selain itu Banyak pakar lain yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Fandy Tjiptono. 2003:3)
·       Performance to the standard expected by the customer
·       Meeting the customer's needs the first time and every time
·       Providing our customers with products and services that consis­tently meet their needs and expectations.
·       Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and always satisfying the customer
·       A pragmatic system of continual improvement, a way to success­fully organize man and machines
·       The meaning of excellence
·       The unyielding and continuing effort by everyone in an organiza­tion to understand, meet, and exceed the needs of its customers
·       The best product that you can produce with the materials that you have to work with
·       Continuous good product which a customer can trust
·       Not only satisfying customers, but delighting them, innovating, creating.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut:
·       Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
·       Kualitas mencakup produk, ;jasa, manusia, proses, dan ling­kungan.
·       Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa Yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
Konsep Penjaminan Kualitas/mutu (quality assurance)
Penjaminan kualitas  adalah seluruh rencana dan lndakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas biasanya membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut Gryna (1988), penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat berfungsi secara efektif (Pike dan Barnes, 1996).
Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi penjaminan kualitas sebagai berikut : Quality Assurance is all planned and systematic activities implemented within the the quality system that can be demonstrated to provide confidence that a product or service will fulfill requirements for quality  
Tujuan Penjaminan Kualitas/mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai berikut.
1.       Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber­kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2.       Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.
3.       Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4.       Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni (2003) menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut :
·    Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh.
·    Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain.
·    Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan murupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
·    Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya vang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan pernborosan.
·    Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
·    Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem­buhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every time).
·       Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang efektif, membantu meningkatkan produktivitas.
Perkembangan konsep Kualitas/mutu
Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan dalam pemaknaannya, menurut Garvin perspektif tentang Konsep mutu mengalami evolusi sebagai berikut, dia mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kuali­tas yang biasa digunakan, yaitu:
1.      Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan pro­duknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat berbe­lanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi perenca­naan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2.      Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbe­daan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3.      User-based Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergan­tung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4.   Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhati­kan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat di­katakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pen­dekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakan­nya. Dalam konteks ini konsumen dipandang sebagai fihak yang harus menerima standar-standar yang ditetapkan oleh produsen atau penghasil produk
5.      Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai "affordable excellence". Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
Konsep Standar Manajemen Mutu
Secara sederhana manajeman mutu dapat diartikan sebagai aktivitas manajemen untuk mengelola mutu, menurut Gasperz (1997), manajemen kualitas dapat dikatakan sebagai aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan, tanggungjawab, serta meng-implementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti peencanaan kualitas, pengendalian kualitas, penjaminan kualitas, dan peningkatan kualitas.
Pengertian di atas menggambarkan bahwa manajemen kualitas berkaitan dengan seluruh kegiatan manajemen dalam rangka mengelola kualitas. Dalam perkembangannya dewasa ini manajemen kualitas telah banyak diterapkan dalam seluruh aspek dari suatu organisasi, sehingga pengelolaan kualitas bersifat total dan terpadu, oleh karena itu TQM telah menjadi sistim manajemen yang berkaitan dengan upaya untuk terus meningkatkan kualitas dalam berbagai tahap, bagian dan bidang-bidang dalam organisasi.
Total Quality Management diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135). De­finisi lainnya menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manaje­men yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p. 33). Untuk memudahkan pemahamannya (Fandi Tjiptono.2003), pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek pertama menguraikan apa TQM itu dan aspek kedua membahas bagaimana mencapainya.
Total quality management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memak­simumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Total quality approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini:
·       Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun ekster­nal.
·       Memiliki obsesi yang tunggi terhadap kualitas.
·       Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan kepu­tusan dan pemecahan masalah.
·       Memiliki komitmen jangka panjang.
·       Membutuhkan kerjasama tim
·       Memperbaiki proses secara berkesinambungan
·       Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
·       Memberikan kebebasan yang terkendali
·       Memiliki kesatuan tujuan
·       Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Alat Statistik dalam Penjaminan Mutu
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan statistik dalam mengendalikan kualitas terutama untuk mengurangi variabilitas telah mendapat perhatian  dari para pakar kualitas dan sangat bermanfaat dalam mengimplementasikan TQM, oleh karena itu  pemahaman statistik menjadi penting bagi para pimpinan organisasi dalam rangka melaksanakan TQM. Statistik merupakan cabang dari matematikan, statistik dapat membantu mendeskripsikan secara kuantitatif dari suatu proses atau hasil produksi, konsep-konsep penting dalam kaitan ini adalah nilai rata-rata, modus, Median sebagai ukuran gejala pemusatan, serta range, varians, serta standar deviasi untuk melihat variabilitas, disamping itu pemahaman tentang distribusi normal dan prinsip-priinsipnya juga akan sangat membantu dalam penggunaan statistik bagi pelaksanaan managemen kualitas total. Untuk menjaga agar proses perbaikan dilaksanakan secara berkesinambungan, harus dikumpulkan data statistik untuk dianalisa atas dasar proses yang sedang berjalan, dengan memberi perhatian terhadap proses kerja yang bervariasi. Alasan yang ada dibalik semua variasi itu harus pula diperhatikan, sebab setiap variasi yang berbeda akan memerlukan strategi yang berbeda pula. Metode kontrol statistik digunakan untuk mengurangi perbaikan hasil kerja, mengurangi limbah dan waktu proses, serta untuk mengukur sejauh mana perusahaan telah berhasil memuaskan pelanggan. Dengan adanya data dengan alat statistik, berarti Pendekatan fakta telah dilakukan pada pengambilan keputusan.  Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pendapat (judgment) atau informasi lisan yang seringkali menimbulkan bias. Manajemen hendaknya membangun kebiasaan menggunakan fakta dan hasil analisis sebelum melakukan pengambilan keputusan. Fakta dapat diperoleh dengan wawancara, kuesioner, jajag pendapat, pengujian, analisis statistik, dan lain-lain yang memberikan hasil yang obyektif. Pendekatan fakta dalam pengambilan keputusan akan mengurangi timbulnya kesalahan. Dalam organisasi yang melaksanakan manajemen mutu, segala keputusan harus didasarkan pada data pasti yang paling memungkinkan. Statistik pengendalian proses penting sekali clan harus dipakai agar organisasi bisa secara sistimatis mengukur tingkat keadaan apakah sasaran pencapaian dan hasil (output) telah berhasil memuaskan pelanggan atau belum. Penilaian haruslah didasarkan pada data yang seobjektif mungkin. Adapun alat statistik pengendalian mutu yang dapat digunakan, dan dikembangkan beberapa teknik yang secara umum telah banyak dipakai dalam rangka pengendalian mutu mencakup Tujuh alat pengendali mutu (seven tools for quality control, 7T) dikenal juga dengan nama Ishikawa's basic tools of quality karena dipopulerkan oleh Kaoru Ishikawa, terdiri atas:
·       Checksheet
·       Histogram
·       Diagram pareto
·       Diagram sebab dan akibat
·       Diagram pencar
·       Bagan aliran
·       Bagan kendali
Sementara itu alat pengendalian kualitas lainnya adalah tujuh alat baru untuk peningkatan mutu (the seven new tools for improvement, N7), dikembangkan oleh Japanese Society for Quality Control Technique Development, merupakan pelengkap dari tujuh alat untuk pengendalian mutu. Ketujuh alat baru tersebut, terdiri atas:
·       Diagram afinitas. Diagram afinitas dipergunakan untuk mengembangkan ide yang terkait dengan suatu isu/kasus, kemudian mengelompokkan ide-ide tersebut secara hirarki membentuk suatu diagram. Pembuatan diagram ini melibatkan beberapa orang. Diagram afinitas berbentuk pernyataan isu, sub-isu, dan pendapat terkait, yang selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk diskusi atau brainstorming.
·       Grafik hubungan timbal balik. Grafik ini menggambarkan hubungan diantara isu-isu yang berbeda. Biasanya dibuat setelah menyelesaikan diagram afinitas untuk memudahkan memahami hubungan diantara berbagai isu yang muncul. Grafik ini juga bermanfaat untuk mengidentifikasi isu yang paling penting untuk dijadikan fokus dalam mencari solusi suatu masalah.
·       Diagram pohon. Berguna untuk mengidentifikasi tahapan yang diperlukan dalam memecahkan suatu masalah. Penyelesaian masalah dilakukan dari level paling bawah secara bertahap menuju ke level atas (masalah pokok).
·       Grid prioritas. Digunakan untuk membuat keputusan yang memiliki berbagai kriteria atau alternatif pilihan. Misalkan, dalam memilih suatu teknologi terdapat berbagai pertimbangan, seperti biaya, kecepatan, pemeliharaan, dan lain-lain. Prioritasisasi dilakukan dengan memberikan bobot pada setiap kriteria dan mencari alternatif dengan nilai tertimbang yang terbesar, mirip dengan metode faktor rating pada pemilihan lokasi.
·       Diagram matriks. Diagram matriks merupakan suatu alat brainstorming yang dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara berbagai ide atau isu. Diagram matriks relatif mudah dibuat dan umumnya dibuat dalam dua dimensi. Namun, diagram matriks dapat juga dibuat dalam tiga atau empat dimensi.
·       Bagan proses keputusan program. Merupakan suatu alat untuk membantu mengidentifikasi kemungkinan ketidakpastian yang berhubungan dengan penerapan program. Berdasarkan diagram pohon yang telah dibuat dilakukan evaluasi kelayakan penerapan program. Tahapan/keadaan yang tidak layak atau memerlukan penanganan sendiri diberi tanda untuk menjadi perhatian.
·       Diagram jaringan kerja. Merupakan diagram yang menggambarkan hubungan diantara berbagai kegiatan serta mengidentifikasi kegiatan kritis dan lintasan kritis. Bentuk yang umum dipakai ialah CPM (critical path method) atau PERT (program evaluation and review technique).
Disampaing itu berkembang pula alat pengendalian mutu dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik yaitu Six Sigma. SIX-SIGMA dikembangkan oleh Motorola sebagai hasil dari pengalaman manufakturnya. Program six-sigma bertujuan untuk mengurangi variabilitas dalam karakteristik utama mutu produk pada tingkat yang sangat rendah. Motorola mengembangkan konsep six sigma untuk mengurangi variabilitas dalam proses sehingga batas spesifikasi menjadi ± 6 sigma dari rata-rata, sehingga hanya terdapat cacat sebesar 0,002 ppm, sepeti dalam tabel berikut
Batas Spesifikasi
Persen
Cacat/ppm
± 1 sigma
68,27
317300
±2 sigma
95,45
45500
± 3 sigma
99,73
2700
± 4 sigma
99,9937
63
± 5 sigma
99,99994
0,57
± 6 sigma
99,9999998
0,002
Pada saat konsep six-sigma mulai dikembangkan dalam suatu perusahaan, diasumsikan rata-rata proses masih mengalami gangguan yang dapat menyebabkan pergeseran sejauh 1,5 sigma dari target. Dengan skenario ini, proses six-sigma memberikan toleransi cacat sebesar 3,4 ppm, seperti terlihat pada tabel berikut :
Batas spesifikasi
Persen
Cacat/ppm
± 1 sigma
30,23
697700
± 2 sigma
69,13
308700
± 3 sigma
93,32
66810
± 4 sigma
99,3790
6210
± 5 sigma
99,97670
233
± 6 sigma
99,999660
3,4
Karena keberhasilannya dalam manajemen mutu melalui pengembangan konsep six-sigma, membuat Motorola mendapat penghargaan Malcolm Baldrige pada tahun 1988. Konsep ini kemudian diadopsi oleh berbagai perusahaan besar lainnya di dunia. Dengan demikian, statistik dapat dipergunakan dalam melakukan penjaminan mutu, karena dapat memberikan deskripsi kuantitatif tentang kualitas, misalnya berapa terjadi ketidak sesuaian hasil dengan standar, ini berarti bahwa statistik dapat menjadi alat penting dalam pengendalian proses. Pengendalian proses berdasarkan statistik terdiri dari enam langkah yang terdiri dari :
·       Memilih proses pengendalian statistik
·       Mendefinisikan secara tepat proses tersebut
·       Memilih masalah yang akan dikendalikan berdasarkan statistik
·       Melatih operator
·       Mengumpulkan data
·       Menyiapkan, memelihara dan menggunakannya
Dalam menggunakannya dapat memakai bagan untuk memperjelas apa yang perlu dikendalikan, dalam hubungan ini diagram Ishikawa (fishbone chart) dapat digunakan. Secara umum pengendalian dengan menggunakan analisis statistik merupakan alat yang telah banyak membantu organisasi guna melakukan perbaikan yang terus menerus.
perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan  mutu
Perkembangan dan implementasi manajemen mutu dan penjaminan mutu tidak terlepas dari perkembangan gerakan mutu yang terjadi dalam dunia bisnis. Gerakan kualitas merupakan gerakan yang menunjukan pada tahapan-tahapan yang bersifat akumulasi dan bersifat memperbaiki dari gerakan-gerakan sebelumnya. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh Bapak Manajemen Ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920-an. menunjukkan beberapa peristiwa dalam evolusi gerakan total quality. Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan peningkatan besar dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas terse­but telah menyisihkan konsep lama mengenai keahlian/keteram­pilan, di mana individu yang sangat terampil melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja. Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah departemen kualitas yang terpisah.
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas pe­manufakturan, kualitas juga menjadi hal yang semakin sulit. Vo­lume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950­an. Quality engineering sendiri mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam pengendalian kualitas, yang akhir­nya mengarah pada konsep control charts dan statistical process control. Kedua konsep terakhir itu merupakan aspek fundamental dari total quality management.
Adapun perkembangan implementasi manajemen dalam konteks manajemen kualitas dapat dikemukakan sebagai berikut :
1911             Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of Scientific Management, yang melahirkan berbagai teknik seperti studi waktu dan gerak.
1931          Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan statistical quality control dalam bukunya Economic Control of Quality of Manufactured Products.
1940          W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam menerapkan teknik-teknik sampling statistik.
1941          W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War Department.
1950          W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para ilmuwan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
1951          Joseph M. Juran mempublikasikan buku berjudul Quality Control Handbook.
1961           Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun ntdal Pershing yang memiliki tingkat kerusakan nol.
1970             Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.
1979           Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is Free.
1980          Siaran dokumentasi TV If Japan Can.... Why Can't We? memberi pengakuan kepada W. Edwards Deming di USA.
1981          Ford Motor Compay mengundang W. Edwards Deming untuk berbicara di hadapan eksekutif puncaknya, yang mempelopori hubungan produktif antara produsen mobil dan pakar kualitas.
1982          W. Edwards Deming, menerbitkan buku beijudul Quality , Productivity, and Competitive Position
1984           Philip Crosby menerbitkan buku betjudul Quality Without Tears       The Art of Hassle-Free Management.
1987          liongres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National
              Quality Award.
1988           Secretaryof Defense,  Frank Carlucci memerintahkan U.S.
               Department of Defense untuk mengadopsi total quality.
1989           Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non Jepang
               pertama yang berhasil tnemenangkan Deming Prize.
1993           Total quality approach diajarkan di universitas-universitas di Amerika Serikat.
Konsep Dan Manfaat Quality Function Deployment
Hal yang perlu diketahui sebelum suatu produk mulai dipro­duksi adalah apakah produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Hal ini merupakan alasan utama perlunya di­lakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan pentingnya berkomunikasi dengan pelanggan internal dan ekster­nal. Konsep Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan un­tuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan kebutuhan para pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan kesesuaian maksimum pada setiap tahap pengembangan produk. QFD dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi's Kobe Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor Company dan Xerox membawa konsep ini ke pmerika Serikat pada tahun 1986. Semenjak itu QFD banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gam­ble, General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett­Packard, dan AT&T kini menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk, serta proses dan sistem pengukuran.
Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang men­dasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk -- meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna -- bila mereka memang tidak menginginkan atau mem­butuhkannya.
Berdasarkan defmisinya, QFD merupakan praktik untuk me­rancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi. QFD memungkinkan or­ganisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, mene­mukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, dan memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum. QFD juga merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggan­nya. QFD sendiri terdiri atas beberapa aktivitas berikut:
·       Penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kuali­tas),
·       Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur,
·       Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik,
·       Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap
·       masing-masing karakteristik kualitas,
·       Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk,
·       Perancangan, produksi, clan pengendalian kualitas produk.
Kebijakan, Sasaran Dan Rencana Mutu   Pendidikan
Pendidikan diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan  sumberdaya manusia (human capital) dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual. Hal ini jelas menuntut kualitas penyelenggaraan pendidikan yang baik agar kualitas hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Komitmen bangsa dalam bidang pendidikan paling tidak menunjukan adanya suatu keinginan yang kuat untuk menjadikan pendidikan sebagai faktor penting dalam pembangunan, sehingga upaya-upaya untuk selalu memperbaiki, mengembangkan dan membangun dunia pendidikan harus difahami dalam konteks sumbangannya bagi pembangunan bangsa, karena pada akhirnya pendidikan akan menentukan kualitas Sumberdaya manusia/Human Capital, dan kualitas hasil pendidikan yang bagus akan membentuk human capital yang berkualitas, yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, penjaminan mutu menjadi suatu keharusan, penjaminan mutu (quality assurance) pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menjamin agar peoses yang berjalan dalam organisasi/lembaga pendidikan dapat memenuhi standar atau bahkan melebihi standar mutu yang telah ditetapkan. Dalam Peraturan Pemerintah  No 19 tentang Standar Nasional Pendidikan fasal 91 ayat 1, 2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan  disebutkan bahwa :
1.       setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan penjaminan mutu.
2.       penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau  melampaui Standar Nasional Pendidikan.
3.       penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Dengan melihat pasal 91 dari PP 19/2005, nampak bahwa penjaminan kualitas merupakan suatu kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam melakukan penjaminan Kualitas Pendidikan, agar sesuai konteks diperlukan peninjauan pendidikan dalam lingkup tatarannya, Dalam upaya untuk mengkaji masalah pendidikan, pemahaman akan kondisi kualitas yang ada merupakan suatu hal penting yang dapat membantu memahami posisi dan kondisi pendidikan, dalam hal ini diperlukan pembedaan tingkatan analisis, dimana ada yang membedakan ke dalam tiga tingkat yaitu makro, messo, mikro dan ada juga yang membagi pada makro dan mikro. Isu makro mempengaruhi seluruh aparat kebijakan, Messo berada pada tingkatan menengah sedang mikro pada tingkatan institusi sekolah dan kelas (Taylor, dkk. 1997).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar